Kamis, 29 Januari 2009

Peranan Eye CAtcher dalam Iklan dan Masalah Pencariannya

PERANAN EYE CATHCER DALAM IKLAN DAN MASALAH PENCARIANNYA

Oleh :
Nova Kristiana

Setiap hari kehidupan kita dikelilingi oleh berbagai macam produk perusahaan. Mulai dari bangun pagi, kita melihat jam dinding, handphone. Di kamar mandi kita memakai sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo. Setelah itu kita lanjutkan dengan memakai berbagai jenis alat kosmetik. Ketika mau pergi kita mamakai pakaian ber merk, jam tangan, kendaraan. Kita mengenal dan akhirnya memilih produk-produk yang dipakai sehari-hari melalui iklan. Istilah iklan sering disebut dengan istilah yang berbeda-beda. Di Amerika disebut dengan Advertising, di Perancis disebut dengan reclamare (meneriakkan berulang-ulang), di Belanda menyebutkan Advertentie, bangsa Arab menyebutkan I’lan. Di Indonesia disebut sebagai Iklan mungkin adopsi dari Arab dan disesuaikan dengan lidah logat indonesia. Dunn dan Barban menuliskan sebagaimana yang dikutip Rendra Widyatama Iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non komersial, maupun pribadi yang berkepentingan . Kegiatan beriklan sudah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi kuno. Untuk menjual barangnya meski masih menggunakan sistem barter pada mulanya dilakukan dengan bentuk pesan berantai dari mulut ke mulut atau the word of mouth. Iklan tulis mulai dikenal sejak zaman Yunani kuno dan Romawi kuno. Misalnya melalui pahatan di dinding, batu, atau juga papan. Ketika itu, iklan berisi mengenai budak-budak yang melarikan diri dari tuannya atau mengenai penyelenggaraan pertandingan Gladiator, pada masa ini iklan hanyalah berupa surat edaran. Bentuk iklan pahatan di batu pada zaman Romawi kuno dapat dilihat pada sebuah stempel batu yang ditemukan di Inggris milik T. Vindaius Arioverstus yang isinya menjajakan obat yang paling mujarab dan tidak terkalahkan dengan merek Chloron, budak belian hijau . Setelah ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg maka periklanan dibuat dengan sistem percetakan uang dimuat di surat kabar. Iklan pertama yang dicetak di Inggris ditemukan pada Imperial Intelligencer Maret 1648. Sampai tahun 1850-an, di Eropa iklan belum sepenuhnya dimuat di surat kabar. Kebanyakan masih berupa pamflet, leaflet, dan brosur. Iklan majalah pertama muncul dalam majalah Harper tahun 1864.

Iklan di Indonesia
Di Indonesia Iklan pertama kali diperkenalkan oleh seorang Belanda yang bernama Jan Pieterzoon Coen, seorang Gubernur Belanda pada 1619 hingga 1629. Beliau juga adalah penerbit Bataviasche Nouvelle, suratkabar pertama di Indonesia yang terbit tahun 1744, satu abad setelah J.P. Coen meninggal. Di manado surat kabar pertama kali yang terbit adalah Tjahaja sijang 1869. Di semarang pada tahun 1864 sudah terbit surat kabar de locomotief. Kedua serat kabar di daerah tersebut sudah memuat iklan-iklan meskipun masih minimalis terbatas tulisan dan ilustrasi manual saja. Iklan-iklan yang bermunculan dibarengi dengan mulai berdirinya biro iklan.
Menurut Bedjo Riyanto dalam iklan surat kabar dan perubahan masyarakat di jawa Masa kolonial (1870-1915) bentuk pribumisasi dalam desain grafis iklan surat kabar dimulai sejak abad ke 20 yakni dengan tampilnya rancangan iklan yang mengangkat khazanah visual kehidupan masyarakat lokal. Pengaruh perupaan barat, yakni gaya art noveau atau artdeco juga mulai tampak
Reclamebedrijt adalah biro iklan terbesar pada saat itu dan disusul oleh Biro iklan di daerah solo bernama NVljong Hok Long pada 1901 dimiliki oleh keturunan Tionghoa yang kemudian diikuti oleh Bureau Rekiame Lauw Djin Selanjutnya disusul oleh biro-biro iklan di Semarang seperti Liem Eng Tjang & Co.,Tjioe Twan Ling, dan Ko Tioen Siang.Tjong Hok Long dan Lauw Djin awalnya sering memproduksi iklan-iklan batik yang tergabung dalam perusahaan Kong Sing. Peralatan yang dipakainya masih sangat sederhana dan minimalis seadanya sehingga Iklan-iklan yang dihasilkan umumnya menggunakan tulisan tangan, dan produk-produk yang diiklankan terbatas pada kebutuhan masyarakat sehari-hari, seperti sabun, rokok, obat-obatan dan batik.

Gambar 1
Poster iklan rokok Lisong
(Sumber: www.warungbarangantik.blogspot.com)

Gambar poster iklan diatas merupakan gambar iklan kolom di suatu surat kabar pada tahun 1930an. Iklan rokok Lisong ( cerutu) adalah rokok buatan Holland diimpor oleh Fa. F Geelen. Dengan semboyan " Doeloe No 1, Sekarang Tetep No.1 " Dengan ilustrasi seorang model pria berkumis bergaya bak Musketter bertopi besar dengan hiasan bulu-bulu, tapi tanpa lisong yang dihisap atau dipegang. Tak cuma kecap yang nomor satu. Lisong pun perlu untuk ngecap nomor 1. Dapat diketahui bahwa aturan iklan rokok tanpa harus memperlihatkan wujud rokok sudah ada sejak zaman dahulu.
Perkembangan iklan di indonesia semakin meningkat dan gemilang pada tahun 1970 karena situasi ekonomi yang semakin terbuka dan dan ditambah dengan semakin berkembangnya media-media baru seperti surat kabar, majalah, radio hingga televisi. Situasi dunia periklanan yang semakin berkembang diiringi pula dengan munculnya biro-biro iklan yang baru. Peran iklan bukan hanya sebagai informator tetapi sebagai penyalur komunikasi dari barang atau jasa hingga sampai ke konsumen. Pada tahun tersebut konsumen dalam hal ini masyarakat belum sepenuhnya mengenal produk-produk baru sehingga masih sangat perlu informasi tentang produk itu dan manfaatnya. Pada tahun 1980an iklan sudah mengalami perkembangan lagi yaitu bukan hanya sekedar mengenalkan produk tetapi sudah merambah ke gaya hidup audiens. Bahasa iklan yang dipakai sudah mulai menyesuaikan target audiensnya, misalnya untuk produk anak muda bahasa iklan yang dipakai bahasa gaul yang berkembang pada saat itu, berbeda dengan bahasa iklan yang dipakai untuk target audiens ibu-ibu atau orang tua. Perkembangan dunia iklan semakin meningkat dan simbolisasi pencitraan produk mendominasi teks iklan. Media dalam membuat iklan juga semakin berkembang sehingga daya kreativitas dan iklan yang dihasilkan juga semakin bervariasi, tanpa harus melupakan tujuan utama iklan yaitu mempengaruhi audiens untuk membeli produk yang ditawarkan (diiklankan).
Beberapa ahli mengartikan iklan dari berbagai sudut pandang. Dari sudut pandang komunikasi iklan cenderung menekankan sebagai proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Dari sudut pandang ekonomi iklan dipandang sebagai alat pemasaran untuk menjual produk yang menghasilkan keuntungan. Dari sudut pandang iklan cenderung menekankan penyampaian pesan yang kreatif dan persuasif dan disampaikan melalui media khusus. Menurut Liliweri iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang memberikan layanan, serta gagasan atau ide, melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif . Untuk mengkomunikasikan pesan kepada komunikan tidak hanya sekedar penyampaian pesan belaka, tetapi dibuat lebih kreatif melalui media agar terasa lebih indah untuk dinikmati. Seperti halnya seni menurut Jacquis Maritain dan George Santayana art is the creation of beauty, seni adalah penciptaan keindahan yang diartikan dalam hubungannya dengan keindahan .
Dalam bukunya Soedarso Sp mengutip pendapat Thomas Munro bahwa seni adalah alat buatan manusia yang dibuat untuk menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Efek tersebut termasuk tanggapan-tanggapan hasil dari pengamatan, pengenalan, imajinasi, baik yang rasional maupun yang emosional . Iklan merupakan karya seni yang memiliki salah satu tujuan yaitu mempengaruhi psikologis audiens bersifat persuasi, artinya dengan beriklan membujuk audiens untuk membeli produk yang ditawarkan melalui visualisasi iklan.
Jenis Iklan
Jenis-jenis iklan di Indonesia banyak dan bermacam-macam berdasarkan media yang digunakan, tujuan, bidang isi pesan, komunikatornya, wujud pokok yang diiklankan, khalayak sasaran iklan, cakupan atau wilayah sasaran, fungsinya dan teknik pendekatan penyampaian pesan.
Iklan berdasarkan media yang digunakan terdiri dari iklan cetak dan iklan elektronik. Iklan cetak yaitu iklan yang dibuat dan dipasang dengan menggunakan teknik cetak, baik cetak dengan teknologi sederhana maupun teknologi tinggi . Bentuk iklan cetak misalnya poster, spanduk, baliho, iklan cetak majalah, iklan cetak surat kabar, balon udara, dll. Iklan media elektronik yaitu iklan yang menggunakan media elektronik sebagai pemasangannya misalnya iklan radio, televisi,, dan iklan di jaringan internet.
Berdasarkan tujuannya iklan terdiri atas iklan komersial dan iklan layanan masyarakat. Iklan komersial adalah iklan yang menawarkan produk barang atau jasa dengan tujuan mencari keuntungan secara ekonomi. Sedangkan Iklan Layanan Masyarakat adalah iklan yang digunakan untuk menyampaikan informasi mempersuasi atau mendidik khalayak dimana tujuan akhir bukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi melainkan keuntungan sosial.



Gambar 2
Iklan Layanan Masyarakat
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 3
Iklan Komersial
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Struktur Iklan
Struktur iklan dalam media cetak dan media elektronik hampir sama namun bentuknya berbeda. Yang membedakan ialah karakteristik medianya. Karakter media cetak diantaranya adalah mudah dilihat, waktu lama, bisa berulang kali sesuai keinginan kita sehingga struktur iklan media cetak dapat dengan mudah dilihat dan diamati. Secara umum bentuk iklan dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu bagian Headline, ilustrasi dan bagian Bodycopy. Bagian headline pada umumnya berfungsi sebagai kunci pembuka untuk menempatkan positioning iklan. Headline disebut juga sebagai judul iklan yang pertamakali dibaca audiens.
Bagian ilustrasi pada iklan media cetak memegang peranan penting. Ilustrasi iklan sering berperan sebagai eye catcher. Eye catcher sering disebut sebagai point of interest, point of view, focal point, dan daya tarik. Eye Catcher merupakan elemen yang berfungsi menarik, mengikat mata pengamat pada titik tertentu, untuk mengamati lebih dalam dan memahami isi pesan dari iklan tersebut. Ilustrasi merupakan terjemahan konsep-konsep positioning yang tidak mampu diterjemahkan secara visual.
Model ilustrasi iklan pada umumnya terbagi dalam 2 jenis, yaitu concretizing dan imagery. Concretizing merupakan terjemahan ide secara nyata. Concretizing didasarkan ide-ide langsung . Sedangkan imagery merupakan visualisasi dari ide-ide abstrak yang tidak memiliki ‘perwakilan’ bentuk-benetuk visual secara langsung. Imagery dilakukan bila secara verbal konsep-konsep periklanan sulit untuk diterjemahkan.
Bagian iklan yang ketiga adalah bodycopy. Bodycopy pada umumnya brisi tentang penjelasan yang lebih rinci terhadap produk yang diiklankan. Bagian bodycopy menjelaskan apa saja mengenai produk yang diiklankan tanpa harus panjang lebar, supaya penikmat atau audiens penasaran dengan produk tersebut dan akhirnya mencari tahu tentang produk itu dan yang paling akhir yaitu membeli produk tersebut..

Gambar 4
Billboard rokok StarMild
(Dokumentasi penulis 2005 )

Gambar diatas merupakan salah satu iklan media luar ruang berbentuk Billboard event rokok StarMild. Menurut struktur iklan yang disebut sebagai Headline adalah tulisan Crushbone Basketball dan body copynya adalah tulisan yang menjelaskan tentang pelaksanaan perrtandingan dan hadiah. Di Billboard tersebut juga ada visualisasi ilustrasi seorang pemain basket sedang memegang bola yang seakan-akan siap dilemparkan atau dilambungkan ke ring basket didukung oleh latar belakang atau background billboard berwarna agak gelap dan terlihat kawat berjalin yang menunjukkan di dalam lapangan Basket. Antara headline, Ilustrasi dan Bodycopy memiliki kesatuan arah pandang mata, sehingga tidak ada unsur yang saling menutupi atau menonjolkan diri.


Strategi merancang eye catcher (daya tarik) pada iklan
Eye catcher merupakan daya tarik yang harus dimiliki suatu iklan untuk memikat perhatian audiens. Di dalam media cetak eye catcher bisa berupa layout, warna, tipografi, ilustrasi, Gaya yang digunakan dalam desain, dimana dengan melihat karya iklan itu perhatian audiens tertarik dan bukan hanya sekedar melihat tetapi penasaran untuk memahami lebih dalam materi yaitu pesan yang disampaikan dalam iklan media cetak tersebut.

Gambar 5
Iklan Blueband
(Sumber: Dokumentasi penulis)

Namun di dalam iklan media elektronik sedikit berbeda. Eye catcher dalam media elektronik dalam hal ini televisi meliputi:
Daya tarik Selebritis. Pada suatu iklan sangat menentukan pada minat masyarakat. Produk atau merek dapat menonjol dalam periklanan salah satunya menggunakan daya tarik para tokoh masyarakat. Figur masyarakat tersebut dapat seorang bintang TV, aktor, aktris, pakar, orang yang berjasa, ilmuwan dan sebagainya. Selebritis merupakan juru bicara produk. Sebagai contoh iklan Kuku bima energi menggunakan tokoh mbah Marijan dan Chris John. Kedua tokoh tersebut adalah dua pribadi yang sangat bertolak belakang tidak ada hubungan sama sekali. Chris John adalah seorang atlit tinju indonesia yang sering menang dalam kejuaraan tinju, sedangkan mbah Marijan adalah tokoh dari desa Cangkringan lereng gunung Merapi. Pada mulanya Mbah Marijan hanya dikenal oleh penduduk sekitar sebagai juru kunci gunung Merapi, namun karena peristiwa meletusnya gunung Merapi dan ketangguhannya meredam gunung Merapi maka beliau dalam waktu singkat terkenal bukan hanya skala nasional tetapi internasional. Masyarakat sangat menghormati, mengagumi dan segan terhadap sosok mbah Marijan. Kesempatan kali ini tidak disia-siakan oleh biro iklan perusahaan Kuku Bima Energi untuk segera menggunakan tokoh mbah Marijan dan Chris John sebagai bintang iklan.
Audiens dalam hal ini sebagai konsumen berpikir bahwa sosok mbah Marijan mengkonsumsi Kukubima Energi hingga mrnjadi Roso (kuat) sampai-sampai bisa menaklukkan gunung Merapi dan Chris John selalu minum Kuku Bima Energi setiap mau bertanding. Sehingga dalam benak konsumen dengan meminum Kuku Bima Energi akan menjadi tangguh dan kuat tak terkalahkan seperti layaknya mbah Marijan dan Chris John. Sehingga dampak positif bagi perusahaan adalah daya beli masyarakat meningkat.
Selain kedua tokoh tersebut diatas, keluarga Ari Lasso, Sophia Latjuba dan Rhenald Kasali pakar periklanan juga membintangi iklan jamu Tolak Angin Sidomuncul.
Daya tarik humor atau parodi merupakan metode yang efektif untuk menarik perhatian audiens terhadap iklan. Humor atau parodi juga dapat memberi nilai tambah terhadap iklan atau produk yang diiklankan. Humor atau parodi akan lebih berhasil untuk produk yang tidak memperkenalkan melainkan mempertahankan produk di benak audiens. Survei yang dilakukan oleh eksekutif iklan tentang penggunakan humor akan efektif jika digunakan untuk menarik orang untuk melihat aplikasi multimedia (iklan) dan menciptakan kesadaran merek . Iklan yang dikreasikan dengan pendekatan parodi atau humor, Menurut Linda Hutcheon dalam artikelnya berjudul A Theory of Parody seperti ditulis Yasraf A. Piliang , dikatakan bahwa sejatinya parodi adalah sebuah relasi formal atau struktur antara dua teks. Artinya, sebuah teks baru diciptakan sebagai hasil dari sebuah sindiran, plesetan atau unsur lelucon dari bentuk, format atau rujukan teks. Dengan demikian, sebuah teks atau karya parodi biasanya lebih menekankan aspek penyimpangan atau plesetan dari teks atau karya rujukan yang biasanya serius .
Contoh iklan yang menggunakan daya tarik humor adalah Iklan yang sukses di berbagai media massa cetak dan elektronik, sejak awal Mei 2007, dapat ditemukan pada iklan Britama Bank BRI versi ‘’Korban Bahagia: Untung Beliung Britama’’. Iklan ‘’Korban Bahagia: Untung Beliung Britama’’ merupakan iklan Britama Bank BRI yang memanfaatkan momentum bencana alam angin puting beliung sebagai ungkapan kreatif visualisasi iklan tersebut. Angin puting beliung adalah suatu bentuk bencana yang terjadi dan membawa korban jiwa: meninggal dunia atau pun luka-luka, dan kerugian moril maupun materiil, didekonstruksi sedemikian rupa oleh biro iklan Britama Bank BRI menjadi sesuatu yang menghibur. Maksudnya dalam hal ini dengan menabung sejumlah uang ke rekening Britama Bank BRI, para nasabah akan menjadi korban bahagia (kata ‘’korban’’ secara denotatif senantiasa dirugikan, menderita, susah, dan sedih), karena mendapatkan untung beliung (plesetan dari kata angin puting beliung) berupa mobil. Sehingga audiens tidak takut lagi terhadap bencana yang menimpa mereka dan mereka ibaratkan bencana itu adalah bencana hadiah dari Tuhan yang harus kita terima apapun keadaannya.
Daya tarik kesalahan. Kesalahan itu terungkap jika ada pihak yang mengetahui. Orang merasa salah ketika melanggar peraturan, menyimpang dengan nilai standar atau kepercayaan, atau tidak bertanggungjawab. Daya tarik kesalahan dapat berjalan baik karena memotivasi individu dewasa secara emosi mengambil alih tanggungjawab tindakan terdepan untuk mengurangi tingkat kesalahan. Biro iklan menggunakan daya tarik kesalahan dan berusaha membujuk calon konsumen dengan menerapkan perasaan bersalah dapat diganti dengan menggunakan produk yang diiklankan atau ditunjukkan kesalahan agar konsumen tidak mengulangi kesalahan .
Sebagai contoh misalnya iklan A-Mild versi polisi sembunyi. Di dalam iklan tersebut divisualisasikan bahwa seorang wanita mengendarai mobil, dan disaat mau berbalik arah padahal tanda lalulintas dilarang berbalik, wanita tersebut nekat berbalik arah karena dilihat sekelilingnya sepi tidak ada mobil atau petugas dari kepolisian. Setelah berbalik arah tiba-tiba muncul polisi dengan tumbuh-tumbuhan menutupi tubuhnya meniup peluit dan menghampiri wanita pengendara mobil tersebut. Setelah berhasil menegurnya sang wanita hanya menjawab ‘kan tidak ada yang melihat’ dengan ekspresi malu dan sedikit kesal.


Gambar 6
Iklan A-Mild versi polisi sembunyi
(aumber: www. Marketinguadress.org )
Kesalahan wanita pengendara mobil dalam melanggar rambu-rambu lalulintas pada potongan iklan di atas merupakan daya tarik tersendiri bagi penikmat iklan atau audiens. Berangkat dari kebiasaan kita manakala kita taat kalau ada yang melihat dan kesalahan itu ada jika ada yag mengetahui. Biro iklan A-Mild sangat kreatif dalam menuangkan ide dari kebiasaan menjadi tontonan masyarakat. Iklan tersebut akan memposisikan di benak audiens dan akan mudah diingat audiens apalagi jika audiens menghadapi kenyataan seperti yang ada di iklan. Pasti audiens itu akan ingat dengan iklan tersebut dan tak kalah pentingnya audiens itu akan ingat juga produk yang diiklankan.
Daya tarik musik. Daya tarik musik hanya bisa diaplikasikan pada iklan media elektronik karena musik memerlukan kemampuan audio. Musik merupakan komponen penting dalam periklanan. Musik digunakan Untuk mempengaruhi perasaan pendengarnya, untuk menarik perhatian, menyampaikan titik penjualan, dan menetapkan nada emosi. Musik itu dapat berupa Jinggel, intro, tune terkenal, dan aransemen klasik dll yang dapat mendukung dan memperkuat karakteristik produk yang diiklankan. Dalam hal ini, musik sebagai komunikasi mencakup musik sebagai penarik perhatian, membuat audiens berperasaan positif, membuat audiens lebih menerima pesan iklan, dan membuat komunikasi yang mengandung arti terhadap produk yang diiklankan.
Iklan-iklan di indonesia banyak menggunakan jinggel, musik sebagai penguat dan pendukung iklan. Misalnya penggunaan jinggel pada iklan indomie. Seberapapun banyak versi iklan indomie joinggel yang dipakai tetap ‘jinggel indomie seleraku’ dan jinggel ini tidak mengalami perubahan. Perubahan hanya terletak pada aransemen musik tersebut. Misalnya jinggel indomie versi Padi, versi Gita Gutawa dan sekarang dilombakan ajang kreasi jinggel indomie. Hal ini akan memperkuat citra indomie di masyarakat. Contoh lain yaitu iklan aqua. Iklan air mineral aqua juga memiliki jinggel yang khas hanya meneriakkan berkali-kali kata ‘aQua’ dan dengan aransemen yang berubah-ubah meskipun hampir sama.



Gambar 7
Iklan Classmild versi musik konser
(Sumber: www. Marketinguadress.org)
Potongan iklan di atas memiliki daya tarik dalam hal musik dimana divisualisasikan sebuah konser musik yang beramai-ramai menyanyikan lagu jinggel Classmild. Kemeriahan dan semangat yang ditampilkan dengan melibatkan banyak personil dengan mengkombinasikan musik uang apik sebagai pengiringnya.
Daya tarik komparatif. Praktek dalam periklanan, komparatif langsung atau tidak langsung suatu produk dengan produk pesaing, yang mempromosikan bahwa produk tersebut superior dibanding produk pesaing dalam pertimbangan pembelian disebut iklan komparatif . Daya tarik iklan dari segi komparatif sangat mempengaruhi audiens. Dalam hal ini mata pikiran audiens dipaksa teliti untuk membandingkan produk satu dengan produk yang lain yang sedang diiklankan. Iklan komparatif lebih cocok untuk produk baru yang belum begitu dikenal oleh audiens. Misalnya iklan pemutih baju yg hasilnya dibandingkan dengan pemutih merek lain. Sabun detergent yang mencuci lebih bersih tanpa noda jika dibandingkan dengan detergent merek lain, begitu juga iklan sabun mandi yang berjanji melindungi tubuh dari kuman lebih lama dari sabun mandi biasa. Sebagai contoh iklan perang tarif kartu selular yang berkembang selama ini. Semakin bermunculannya kartu-kartu selular yang beredar di pasaran semakin ketat pula saingan tarif dan layanan. Baik itu antara CDMA dan GSM. Mereka berlomba-lomba melayani pelanggan senyaman mungkin dengan tarif yang semurah mungkin bahkan memberi gratisan tarif pada jam-jam tertentu. Strategi tersebut divisualisasikan langsung kedalam iklan. Misalnya iklan kartu selular Fren yang melayani pelanggan tidak usah ribet ganti kartu atau registrasi kalau keluar kota dibandingkan dengan Flexi yang harus registrasi nomor combo jika mau keluar kota. Demikian juga iklan perang tarif yang terjadi antara Simpati, Indosat dan Xl. Dalam hal ini audiens harus jeli menangkap isi pesan yang disampaikan iklan tersebut tanpa harus mengikuti arus dan disebut sebagai korban iklan.
Daya tarik Animasi. Daya Tarik Animasi biasanya ditujukan pada produk anak-anak, misalnya permen, alat tulis, susu, multivitamin dll. Teknik animasi biasanya dijadikan pilihan bila konsep iklannya sulit dieksekusi dengan mempergunakan aktor dari dunia nyata (real film). Misalnya animasi sapi biasanya digunakan untuk mengiklankan produk susu anak-anak, animasi bentuk kuman dan nyamuk. Selain itu juga buah-buahan sebagai sumber multivitamin. Animasi pahlawan atau tokoh idola anak-anak juga digunakan sebagai daya tarik iklan obat turun panas dll. Selain produk yang diperuntukkan bagi anak-anak daya tarik animasi juga digunakan pada iklan produk rumah tangga misalnya obat nyamuk domestos nomos. Efektivitas iklan animasi sendiri tidak tergantung kepada produknya, melainkan lebih kepada message apa yang ingin disampaikan. Pesan dari produk anti nyamuk adalah menghilangkan gangguan nyamuk itu dan tanpa iklan animasi pun hal ini bisa dibuat. Namun, untuk mendapatkan perhatian yang lebih dari audiens dan target market, maka dipakailah animasi.
Daya Tarik perempuan, Perempuan dalam iklan televisi juga digambarkan memiliki citra pinggan, yaitu perempuan tidak bisa melepaskan diri dari dapur, karena dapur adalah dunia perempuan (iklan mi instan)," . Di dalam banyak iklan terjadi penekanan terhadap pentingnya perempuan untuk selalu tampil memikat dengan mempertegas sifat kewanitaannya secara biologis, seperti memiliki waktu menstruasi, memiliki rambut yang panjang, lemah lembut, seksi. Perempuan adalah makluk Tuhan yang penuh dengan keindahan dan memiliki daya tarik tersendiri teutama bagi lawan jenisnya. Pencitraan perempuan dengan cita pigura semacam ini ditekankan lagi dengan menebar isu natural anomy, bahwa umur perempuan, ketuaan perempuan, sebagai momok yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan perempuan.
Iklan yang ditujukan untuk kaum laki-laki tidak terlepas dari penggunaan figur perempuan. Misalnya iklan Axe, Kuku Bima Energi, Iklan Mobil, dan Iklan alat rumah tangga.

Gambar 8
Program debat dove
(Sumber: www. Forrealbeauty_id.com)
Iklan-iklan dari program debat kecantikan yang diadakan produsen Sabun Dove melalui website www.forrealbeauty-id.com Tiga tampilan varian iklan tersebut mengajak audiens untuk melakukan proses selective perception atau melihat sisi lain dari sebuah obyek. Seorang wanita tomboy yang maskulin bisa lebih dipandang sebagai sosok yang manis. Seorang perempuan gendut dapat lebih dilihat sebagai sosok bertubuh sexy. Seorang perempuan beruban bisa juga dianggap sebagai sosok berambut menawan. Iklan-iklan tersebut memberikan sebuah pencerahan bahwa kecantikan itu bersifat relatif. Semua perempuan apapun kondisinya, pada hakekatnya tetap memiliki sisi kecantikannya sendiri-sendiri. Dengan demikian Sabun Dove mencoba mengangkat rasa percaya diri para wanita dengan mengajak berpikir positif yakni memandang sebuah kekurangan sebagai suatu kelebihan (perceptual defense).


Gambar 9
Iklan sabun Biore
(Sumber: www. Scylics.multiply.com)
Penggunanan model perempuan pada iklan Biore versi biore Pure Mild di atas menunjukkan bahwa perempuan dengan segala kelembutan, keceriaan dan kesegarannya mandi memakai Biore. Hal ini mengubah stereotip lama seorang perempuan sebagai kaum pinggiran. Keberadaan kaum perempuan dalam iklan justru memberi nilai tambah daya tarik produk kepada audiens yang berjenis kelamin laki-laki.
Memang ada iklan yang menonjolkan sisi kewanitaan yang cukup layak untuk ditayangkan, tapi sebagian besar iklan menampilkan peran artis wanita sebagai tokoh utama, lebih cenderung merendahkan martabat wanita dengan peran, ucapan, gerak, dan penampilan yang sensual dan seksi mereka di depan kamera televisi. Penampilan wajahnya harus anggun namun atraktif, tubuhnya sintal, bibirnya sensual, langsing dan memiliki daya pikat seksual, pakaiannya mutakhir. Dan cara yang ditempuh oleh media televisi adalah mempraktikkannya dalam presentase akting sang artis yang menjadi alat personifikasi untuk industri, dengan tubuh sebagai kekuasaan dan pusat kesadaran
kesimpulan
Secara sederhana iklan tidak jauh dengan komunikasi. Periklanan merupakan bentuk presentasi dari promosi non pribadi tentang ide barang dan jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu. Secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Sementara kita paham dunia iklan selalu mengekspos kemudahan dan kemewahan yang memang mempunyai tujuan untuk menginformasikan suatu hasil produk kepada masyarakat. Ribuan iklan di Indonesia berlomba-lomba merebut audiens sebagai sasarannya. Iklan baik dan iklan jelek bermunculan dan berkembang cepat. Pengertian teori seni sebagai komunikasi dan ekspresi tidak jauh dari iklan sebagai media komunikasi antar produsen dan konsumen dengan daya ekspresi kreativitas di dalam berkarya untuk menghailkan sebuah karya iklan.
Dalam membuat iklan bukan hanya kreativitas yang dibutuhkan tetapi target audiens atau analisis pangsa pasar harus dipahami. Sebuah biro iklan atau kreator iklan harus jeli dalam mengamati perkembangan atau moment yang sedang ataupun yang mau terjadi. Biro iklan harus berpikir bagaimana membuat iklan yang bagus dengan kandungan eye catcher di dalamnya. Daya tarik atau eye catcher iklan dapat diterima oleh audiens dan tertancap di benak konsumen disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah
- Kontinuitas : iklan yang baru harus ditampilkan sesering mungkin tetapi tidak membuat bosan audiens. Terutama bagi produk yang baru pertama kali dikenalkan.
- Memiliki daya tarik yang khas. Misalnya penggunaan figur artis, humor atau parodi, kesalahan atau kombinasi diantaranya.
- Untuk iklan media cetak pemilihan warna, tipografi, lay ot dan gaya desain menentukan eye catcher iklan yang akan ditampilkan.
Berhasil tidaknya sebuah iklan yang ditampilkan sangat ditentukan oleh kualitas iklan, eye catcher, brand dan dapat dibuktikan dengan daya beli masyarakat terhadap produk tersebut setelah pemasangan iklan. Iklan yang bagus tidak menutup kemungkinan iklan itu dikatakan berhasil. Karena tujuan iklan adalah menjual produk, sehingga jika iklan ditamp[ilkan dan daya beli masyarakat tetap atau menurun maka daopat dikatakan bahwa iklan tersebut tidak berhasil di pasaran.






DAFTAR PUSTAKA

Bungin Burhan, Imaji Media Massa, Yogyakarta,Jendela, 2001
Hakim, Budiman, Lanturan Tapi Relevan: Dasar-dasar Kreatif Periklanan Yogyakarta, Galang Press, 2005.

Kasali, Rhenald. Manajemen Periklanan:Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1992

Liliweri, Alo. Dasar-dasar Komunikasi Periklanan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992

Noviani, Ratna. Jalan Tengah Memahami Iklan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002

Read, Herbert, Seni: arti dan problematikanya. Terjemahan Soedarso Sp., Yogyakarta, Duta Wacana University Press, 2000

Setiyono, Budi (ed), Cakap Kecap (1972-2003), Jakarta, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia 2004

Shimp, Terence A., Advertising and promotion:suplemental aspect of integrated marketing communications, 5thEdition, The Dryden Press. 2003,

Soedarso.Sp., Trilogi Seni ; Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni, BP. ISI Yogyakarta, 2006

Suhandang, Kustadi. Periklanan: Manajemen, Kiat dan Strategi, Bandung, Nuansa, 2005

Susanto, Dr. Phil Astrid S, Komunikasi dalam teori dan praktek 3, Bandung, Binacipta, 1989,

Suyanto, M., Strategi Perancangan iklan televisi perusahaan top dunis, Yogyakarta. Andi Offset, 2005

Piliang,Yasraf A, Hiper-realitas kebudayaan, Yogyakarta.LkiS, 1999

Tinarbuko, Sumbo, Semiotika Desain Oblong Dagadu Djogja, jurnal ilmu komunikasi, program ilmu komunikasi Fisip Universitas Atma Jaya Yogyakarta, volume 3, nomor 1 Juni 2006

Widyatama, Rendra, Pengantar Periklanan, Jakarta, Buana Pustaka Indonesia, 2005.
































PERANAN ‘EYE CATCHER’ DALAM IKLAN
DAN MASALAH PENCARIANNYA



Oleh:
Nova Kristiana
Pengkajian Seni DisKomVis

Pesta Lomban Jepara

INTEGRASI STRUKTURAL
UPACARA RITUAL LOMBAN DI JEPARA

Integrasi Struktural
Secara etimologi, integrasi berasal dari kata latin integrare yang artinya memberi tempat bagi suatu unsur demi suatu keseluruhan. Kata benda Integritas artinya keutuhan atau kebulatan. Kata sifat integer artinya utuh . Menurut Hendropuspito istilah integrasi berarti membuat unsur-unsur tertentu menjadi
Masing-masing unsur tertentu dari kebudayaan daerah yang ada di Indonesia menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh . Manusia dalam kehidupannya tidak bisa lepas dari lingkungan baik alam maupun sosial. Antara manusia dan lingkungan terjadi hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi sehingga melahirkan keseimbangan yang berakhir pada pembelajaran dan pengalaman tentang lingkungannya. Keadaan alam merupakan faktor terpenting dalam menentukan kebudayaan manusia. Suatu masyarakat tidak mungkin dapat hidup tanpa pengetahuan tentang alam sekitarnya; flora fauna di daerah tempat tinggalnya; zat-zat; bahan mentah; dan benda-benda dalam lingkungannya . Begitu pula dengan masyarakat di Pantai Utara Jawa Tengah khususnya Jepara.
Selanjutnya Strukturalisme adalah teori yang menyatakan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara luas oleh struktur sosial atau psikologi yang mempunyai logika independen yang menarik, berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusia. Bagi Freud, strukturnya adalah psyche; bagi Marx, strukturnya adalah ekonomi; dan bagi Saussure, strukturnya adalah bahasa. Kesemuanya mendahului subyek manusia individual atau human agent dan menentukan apa yang akan dilakukan manusia pada semua keadaan1 .
Strukturalisme terutama berkembang sejak Claude Levy-Strauss Hubungan antara bahasa dan mitos menempati posisi sentral dalam pandangan Lévi-Strauss tentang pikiran primitif yang menampakkan dirinya dalam struktur-struktur mitosnya, sebanyak struktur bahasanya. Mitos biasanya dianggap sebagai ‘impian’ kolektif, basis ritual, atau semacam ‘permainan’ estetika semata, dan figur-figur mitologisnya sendiri dipikirkan hanya sebagai wujud abstraksi, atau para pahlawan yang disakralkan, atau dewa yang turun ke bumi sehingga mereduksi mitologi sampai pada taraf semata sebagai ‘mainan anak-anak’, serta menolak adanya relasi apapun dengan dunia dan pranata-pranata masyarakat yang menciptakannya.
Nama Jepara berasal dari kata ‘ujung’ dan ‘para’. Kata Para adalah kependekan dari ‘pepara’ yang berarti bebakulan mrana-mrana, yaitu berdagang kesana-kemari. Sementara itu Lekkerkerker menyebut Jepara dengan haventjes der klein handelaars artinya pelabuhan para pedagang kecil. Panitia Penyusunan Hari Jadi Jepara mengatakan bahwa pada umumnya kota-kota yang terletak di tepi pantai biasanya menggunakan kata ‘ujung’ seperti ‘Ujung Sawat’, ‘Ujung Gat’, ‘Ujung Kalirang’, ‘Ujung Jati’, ‘Ujung Lumajang’, dan ‘Ujung Blidang’ sehingga kata Jepara berasal dari kata ujung para, ujungmara atau jumpara.
Jepara yang terletak di Pesisir pantai utara pulau Jawa mayoritas masyarakatnya berpencaharian sebagai nelayan selain sebagai pengrajin seni ukir (mebel). Sebagai masyarakat yang berada di pesisir pantai mereka memiliki kearifan khusus dalam kaitannya dengan kehidupan di lingkungan sekitarnya. Mengenai hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya ada kebudayaan-kebudayan yang memandang alam itu sebagai suatu hal yang sangat dahsyat sehingga manusia itu pada hakekatnya hanya bisa menyerah saja tanpa ada banyak yang bisa diusahakannya. Sebaliknya ada pula kebudayaan yang memandang alam itu sebagai suatu hal yang bisa dilawan oleh manusia dan mewajibkan manusia untuk selalu berusaha menaklukkan alam, disamping itu ada pula kebudayaan yang menganggap bahwa manusia itu hanya bisa berusaha mencari keselarasan dengan alam . Sehingga manusia bebas berinteraksi dan mengolah alam.
Kepercayaan dan Kegiatan Ritual Nelayan
Masyarakat nelayan di Jepara percaya bahwa kehidupan di muka bumi ini diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan mereka juga percaya bahwa hidup itu ada yang menghidupkan dan ada yang menghidupi. Kepercayaan tersebut menjadi dasar kendali dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang diungkapkan dalam bentuk kepercayaan tentang sesuatu, adat, nilai, dan upacara-upacara serta perayaan tertentu.
Selain percaya pada Tuhan Yang Maha Esa masyarakat nelayan juga percaya kalau disekitar tempat tinggal mereka terdapat makhluk halus atau makhluk penunggu atau ‘sing mbaurekso’ yang sewaktu-waktu dapat mengganggu kehidupan manusia misalnya mengganggu ketentraman, mendatangkan bencana, namun sebaliknya bisa juga memberikan ketenangan, perlindungan dan keselamatan dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu para nelayan berusaha tidak mengganggu segala sesuatu yang bisa membangkitkan kekuatan jahat ‘sing mbaurekso’ dan berusaha menjalin hubungan harmonis agar berpenngaruh terhadap kebaikan.
Masyarakat nelayan juga percaya bahwa keberadaan dirinya merupakan bagian dari sebuah kosmos yang besar. Mereka percaya akan adanya kekuatan-kekuatan alam yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Mereka mengenal tanda-tanda alam baik yang berupa tanda-tanda kebaikan maupun tanda-tanda keburukan. Tanda-tanda alam yang dikenal dalam kehidupan nelayan antara lain:
- Jika di langit ada tanda kehitam-hitaman (mendung tebal) yang datang dari arah barat serta ada guruh yang menggelegar atau kilat yang menyambar maka itu sebagai pertanda akan datang gelombang yang besar atau badai yang dahsyat. Sehingga tidak seorang nelayan pun yang berani melaut, bahkan yang sudah terlanjur di tengah laut supaya cepat-cepat menepi. Keadaan seperti ini menyadarkan manusia khususnya para nelayan bahwa pada saat-saat tertentu alam memiliki kekuatan yang tidak bisa dilawan oleh manusia.
- Jika di langit ada tanda-tanda seolah-olah langit bersisik, itu sebagai tanda bahwa di laut sedang banyak ikan.
Kepercayaan nelayan yang lain yang berhubungan dengan perilaku manusia yaitu berupa pantangan-pantangan yang tidak boleh dilakukan pada saat melaut, misalnya:
- Apabila akan melaut, jika tidurnya mengalami mimpi buruk maka harus terlebih dahulu diadakan selamatan, karena kalau tidak konon mimpi buruk tersebut akan menjadi kenyataan.
- Apabila akan melaut tidak boleh dalam keadaan marah., baik kepada keluarga maupun orang lain. Konon jika melaut dalam keadaan marah mereka akan jauh dari rezeki sehingga tidak dapat ikan tangkapan.
- Apabila sedang berada di tengah laut nelayan tidak boleh mengatakan kata-kata kotor. Konon jika hal itu dilakukan nelayan itu akan mengalami kesulitan dalam mencari rezeki dan bisa mendatangkan musibah.
- Apabila dalam melaut seorang nelayan menangkap ikan Pendong yaitu ikan yang dilarang untuk ditangkap, maka ikan tersebut harus segera dilepaskan kembali ke laut dan sepulangnya dari laut harus segera menyelenggarakan selamatan khusus agar terhindar dari malapetaka sebagai akibat tertangkapnya ikan larangan tersebut.
Dengan adanya kepercayaan-kepercayaan para nelayan tersebut maka maka para nelayan di Jepara mengadakan upacara-upacara ritual baik yang bersifat massal maupun pribadi. Dalam upacara-upacara ritual ini diadakan sesaji dan doa magis yang ditujukan pada makhluk yang mendiami alam sana (laut) , sebagai upaya agar hidup mereka diliputi suasana tenang selamat dan dijauhkan dari mara bahaya. Kegiatan upacara ritual yang berhubungan dengan masyarakat nelayan di Jepara antara lain sedekah laut, ceblok branjang, selamatan untuk perahu baru atau penurunan perahu pertama kali ke laut dan upacara kupatan.
Upacara Lomban
Pesta lomban oleh masyarakat Jepara sering pula disebut sebagai “ Bakda / Bada Lomban “ atau Bakda / Bada Kupat . Disebut “ Bakda Kupat “ karena pada saat itu masyarakat Jepara merayakannya dengan memasak kupat (ketupat) dan lepet disertai rangkaian masakan lain seperti : opor ayam, rendang daging, sambal goreng, oseng-oseng dan lain-lain.
Ketupat dalam istilah Jawanya Kupat adalah bentuk tradisional yang tidak asing lagi bagi masyarakat khususnya masyarakat Jawa Tengah. Ketupat ini terbuat dari beras yang dibungkus daun kelapa muda (janur), rasanya seperti nasi biasa. Sedangkan lepet hampir seperti ketupat tetapi terbuat dari ketan disertai parutan kelapa dan diberi garam. Lepet ini rasanya lebih gurih dan dimakan tanpa lauk. Bentuknya bulat panjang 10 cm. Kupat berati kelepatan atau kesalahan dan Lepet berarti Luput atau keliru.sehingga artinya mereka supaya dijauhkan dari kesalahan dan kekeliruan. selain hidangan khas bakda kupat dengan kupat lepetnya, masyarakat Jepara masih menyediakan aneka macam makanan kecil.
Istilah Lomban oleh sebagian masyarakat Jepara disebutkan dari kata “Lomba-lomba” yang berarti masyarakat nelayan masa itu bersenang-senang melaksanakan lomba-lomba laut yang seperti sekarang masih dilaksanakan setiap pesta Lomban, namun ada sebagian mengatakan bahwa kata-kata lomban berasal dari kata “Lelumban” atau bersenang-senang.
Pesta Lomban ini merupakan puncak acara dari Pekan Syawalan yang diselenggarakan pada tanggal 8 syawal atau 1 (satu) minggu setelah hari raya Idul Fitri. Namun di daerah kecamatan Keling pesta Lomban diadakan setelah musim panen diambil hari senin pahing karena menurut mereka senin pahing merupakan weton gedhe atau hari yang tinggi. Pemilihan hari tersebut sudah dilakukan sejak dulu yaitu mengikuti kebiasaan Mbah Sumowijioyo yang merupakan cikal bakal sesepuh daerah kecamatan Keling.
Pesta Lomban itu sendiri telah berlangsung lebih dari 1 (satu) abad yang lampau. Berita ini bersumber dari tulisan tentang Lomban yang dimuat dalam Kalawarti/Majalah berbahasa Melayu bernama “Slompret Melayu” yang terbit di Semarang pada paruh kedua abad XIX edisi tanggal 12 dan 17 Agustus 1893 yang menceritakan keadaan Lomban pada waktu itu, dan ternyata tidak berbeda dengan apa yang dilaksanakan masyarakat sekarang. Diceritakan dalam pemberitaan tersebut, bahwa pusat keramaian pada waktu itu berlangsung di teluk Jepara dan berakhir di Pulau Kelor. Pulau Kelor sekarang adalah komplek Pantai Kartini atau taman rekreasi Pantai Kartini yang dulunya masih terpisah dengan daratan di Jepara.
Karena pendangkalan dan diurug masyarakat, maka lama kelamaan antara Pulau Kelor dan daratan Jepara menyatu. Pulau Kelor (sekarang Pantai Kartini) dahulu pernah menjadi kediaman seorang Melayu bernama Encik Lanang, pulau ini dipinjamkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada Encik Lanang atas jasanya dalam membantu Hindia Belanda dalam perang di Bali.
Mereka mempersiapkan “Amunisi” guna dipergunakan dalam “Perang Teluk Jepara” baik amunisi logistic berupa minuman dan makanan maupun amunisi perang berupa ketupat, lepet dan kolang kaling, guna meramaikan dibawa pula petasan sehingga suasananya ibarat perang masa sekarang Keberangkatan armada perahu ini diiringi dengan gamelan Kebogiro.
Bunyi petasan yang memekakkan telinga dan peluncuran “Peluru” kupat dan lepet dari satu perahu ke perahu yang lain. Saat “Perang Teluk” berlangsung dimeriahkan dengan gamelan Kebogiro. Seusai pertempuran para peserta Pesta Lomban bersama-sama mendarat ke Pulau Kelor untuk makan bekalnya masing-masing. Di samping makan bekalnya situasi di Pulau Kelor tersebut ramai oleh para pedagang yang juga menjual makanan dan minuman serta barang-barang kebutuhan lainnya. Selain pesta-pesta tersebut, para nelayan peserta Pesta Lomban tak lupa lebih dahulu berziarah ke makam Encik Lanang yang dimakamkan di Pulau Kelor tersebut. Sebelum sore hari Pesta Lomban berakhir penonton dan peserta pulang ke rumah masing-masing.

Gambar 01 Arak-arakan sesaji yang mau di larung di laut
Pesta Lomban masa kini dilaksanakan oleh warga masyarakat nelayan Jepara bahkan dalam perkembangannya sudah menjadi milik warga masyarakat Jepara. Malam hari sebelum acara pesta Lomban berlangsung, biasanya diadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Pesta Lomban dimulai sejak pukul 06.00 WIB dimulai dengan upacara Pelepasan Sesaji dari TPI Jobokuto. Upacara ini dipimpin oleh pemuka agama desa Jobokuto dan dihadiri oleh Bapak Bupati Jepara dan para pejabat Kabupaten lainnya. Sesaji itu berupa Kepala Kambing hitam (kendit) atau Kepala Kerbau, kaki, kulit dan jerohannya dibungkus dengan kain mori putih. Sesaji lainnya berisi sepasang Kupat dan Lepet, bubur merah putih, jajan pasar, arang-arang kambong (beras digoreng), nasi yang diatasnya ditutupi ikan, jajan pasar, ayam dekeman (ingkung), dan kembang boreh/setaman. Semua sesaji diletakkan dalam sebuah ancak yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah dilepas dengan do’a sesaji ini di”larung” ke tengah lautan, pembawa sesaji dilakukan oleh sejumlah rombongan yang telah ditunjuk oleh pinisepuh nelayan setempat dan diikuti oleh keluarga nelayan, semua pemilik perahu, dan aparat setempat. Pelarungan sesaji ini dipimpin oleh Bupati Jepara.
Gambar 02 Bupati Jepara mengumumkan pemberangkatan ‘larung’ ke Teluk Jepara
Tradisi pelarungan kepala kerbau ini dimulai sejak Haji Sidik yang kala itu menjabat Kepala Desa Ujungbatu sekitar tahun 1920. Upacara pemberangkatan sesaji kepala kerbau yang dipimpin oleh Bapak Bupati Jepara, sebelum diangkut ke perahu sesaji diberi do’a oleh pemuka agama dan kemudian diangkat oleh para nelayan ke perahu pengangkut diiringi Bupati Jepara bersama dengan rombongan. Sementara sesaji dilarung ke tengah lautan, para peserta pesta lomban menuju ke “Teluk Jepara” untuk bersiap melakukan Perang Laut dengan amunisi beragam macam ketupat dan lepet tersebut.
Gambar 03 ‘Perang Teluk’
Di tengah laut setelah sesaji dilepas, beberapa perahu nelayan berebut mendapatkan air dari sesaji itu yang kemudian disiramkan ke kapal mereka dengan keyakinan kapal tersebut akan mendapatkan banyak berkah dalam mencari ikan. Ketika berebut sesaji ini juga dimeriahkan dengan tradisi perang ketupat dimana antar perahu yang berebut saling melempar dengan menggunakan ketupat. Selanjutnya dengan disaksikan ribuan pengunjung Pesta Lomban acara “Perang Teluk” berlangsung ribuan kupat, lepet, kolang kaling, telur-telur busuk berhamburan mengenai sasaran dari perahu ke perahu yang lain. “Perang Teluk” usai setelah Bupati Jepara beserta rombongan merapat ke Pantai Kartini dan mendarat di dermaga guna beristirahat dan makan bekal yang telah dibawa dari rumah. Di sini para peserta pesta Lomban dihibur dengan tarian tradisional Gambyong dan Langen Beken dan lain sebagainya.
Maksud dari upacara pelarungan ini adalah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Allah SWT, yang melimpahkan rezeki dan keselamatan kepada warga masyarakat nelayan selama setahun dan berharap pula berkah dan hidayahNya untuk masa depan. Selain itu pelarungan ditujukan sebagai salah satu bentuk rasa hormat kepada Yang Maha Penguasa ‘sing mbaurekso’ sebagai ruh para leluhur yang mereka percaya dapat menjaga dan melindunginya dari segala ancaman marabahaya dan mala petaka.
Tradisi upacara yang masih bertahan dapat memberi gambaran bahwa masyarakat nelayan masih memegang teguh adat istiadat yang diwarisi secara turun-temurun. Kepercayaan terhadap leluhur, roh halus merupakan manifestasi keteguhan hati yang masih mengakar pada diri nelayan Jepara dalam hal nguri-uri kebudayaan leluhurnya.

Bagan Integrasi Struktural
Dari bagan diatas dapat dilihat bahwa didalam ruang lingkup terbesar sebuah kabupaten dirinci mata pencaharian penduduk salah satunya yaitu nelayan. Didalam kegiatan nelayan ada kepercayaan terhadap roh nenek moyang sehingga ada upacara penghormatan salah satunya yaitu Upacara Lomban. Di dalam rangkaian upacara titik puncak atau utama dari upacara ini adalah larungan. Upacara larungan itu bahan utama yang dilarung yaitu sesaji. Sehingga integrasi struktural yang digambarkan pada bagan diatas sesuai, runtut dan sistematis.
Ada dua fungsi upacara yang dilakukan oleh masyarakat nelayan yaitu fungsi sosial dan fungsi spiritual. Fungsi spiritual karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan adanya upaya manusia (nelayan) untuk memohon keselamatan kepada Tuhan dan para leluhurnya. Dengan kata lain upacara mampu membangkitkan emosi keagamaan, menimbulkan rasa aman dan tentram. Sedangkan fungsi sosial dapat dijadikan sebagai sarana pengendalian sosial dalam komunikasi antara nelayan dan masyarakat yang pada akhirnya akan mewujudkan kebersamaan, gotong-royong, persatuan dan keagamaan.








Daftar Pustaka
Ahimsa-Putra, Heddy Sri, Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan karya sastra, Yogyakarta, Galang Press Hassan, 2001

Fuad, Renungan Budaya, Jakarta, Balai Pustaka, 1992

Haviland, William A. Antropologi 1, Terj. R.G. Soekadijo, Jakarta, Erlangga, 1999

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta, PT. Gramedia, 1974

______,Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Aksara Baru, 1981

Sobur, Alex, Analisis Teks Media ? Suatu pengantar untuk analisis wacana, analisis semiotik, analisis framing; Bandung, PT Remaja Rosdakarya,2001

Tim Peneliti, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Nelayan Jepara Jawa Tengah, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2005

Widjojo, Muridan S. Strukturalisme Konstruktivis-Pierre Bourdieu dan Kajian Sosial Budaya; dalam Perancis dan Kita: Strukturalisme, Sejarah, Politik, Film, dan Bahasa, Jakarta, WWS, 2003













INTEGRASI STRUKTURAL
UPACARA RITUAL LOMBAN DI JEPARA











Oleh: Nova Kristiana Pengkajian Seni Diskomvis

MApping Theori Antropologi

MAPPING THEORY ANTROPOLOGI

Antropologi sosial dan antropologi budaya bertumpu dan berpedoman kepada masyarakat secara menyeluruh. Oleh karena itu antropologi mencoba menguraikan hubungan antara berbagai aspek kemasyarakatan dan kemanusiaan sebagai wujud makhluk sosial. Walaupun dikalangan antropologis terdapat minat yang bermacam-macam tetapi semua antropologis mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu keinginan untuk memahami hubungan manusia dalam masyarakat.

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, muncul Tokoh-tokoh dari Inggris seperti Edward Tylor, James Frazer dan W. H. R. Rivers. Mereka orang awal yang memperkenalkan antropologi sosial modern. Tylor telah menulis tentang berbagai macam masalah, tetapi yang terpenting ialah teori tentang ‘budaya’ yang diartikan oleh Tylor pada tahun 1871. Karena teorinya itu maka Tylor terus diingat dalam sejarah perkembangan antropologi. Teori itu berbunyi: "Budaya dalam arti kata etnografis yang luas, ialah gagasan keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, tata susila, adat, dan tingkah laku yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat’. Sehingga teori awal yang dibuat oleh Tylor terhadap ‘budaya’ masih dianggap penting oleh kalangan antropologis.

Masalah ini akan menjadi lebih jelas lagi jika melihat beberapa teori antropologi sosial dan antropologi budaya dibawah ini.

A. Teori Evolusi Kebudayaan

1. Herbert Spencer

Seorang ahli filsafat dari Inggris bernama H. Spencer memfokuskan perhatian terhadap masalah evolusi masyarakat dengan mempergunakan bahan etnografi dan etnografika dimana ruang lingkupnya yang sangat luas dan sangat sistematis dalam karya-karyanya. Karya-karya H. Spencer berdasarkan konsepsi dimana seluruh isi alam baik itu organik, non organik, dan superorganis (kebudayaan) berevolusi karena didorong oleh kekuatan mutlak dimana disebut sebagai evolusi universal. Perkembangan masyarakat dan kebudayaan di dunia hampir sama, yang membedakan hanyalah tingkatan evolusi tiap sub-sub bagian masyarakat.

Menurut H. Spencer tingkat evolusi yang lebih kompleks dan berdiferensiasi dalam bentuk religi yaitu penyembahan terhadap dewa-dewa[1]. Dewa-dewa yang menjadi pusat orientasi dan penyembahan manusia dalam tingkat evolusi religi memiliki ciri yang khas dalam pandangan umatnya, karena tercantum dalam mitologi yang tercantum dalam bentuk tulisan. Namun walaupun religi dari semua bangsa di dunia pada garis besar evolusi universal akan berkembang dari tingkat penyembahan roh nenek moyang ketingkat penyembahan dewa-dewa.

2. E.B. Tylor

Ahli arkeolog dari Inggris bernama E.B. Tylor menganut cara berpikir evolusionisme. Beliau berpendapat bahwa asal mula religi adalah adanya kesadaran manusia akan adanya jiwa yang disebabkan oleh dua hal yaitu perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dengan hal-hal yang mati, dan peristiwa mimpi[2]. Pada saat tidur atau pikiran melayang hubungan jiwa dan raga akan tetap ada. Tetapi jika manusia mati hubungan jiwa dan raga akan terputus. Jiwa yang terputus dari raga akan bebas mengisi alam yang akan menjadi makhluk halus yang akan hidup berdampingan dengan manusia, ditempatkan pada posisi yang penting yaitu dijadikan obyek penghormatan dan penyembahan. E.B Tylor juga berpendirian bahwa bentuk religi paling tua adalah penyembahan kepada roh-roh yang merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang-orang yang telah meninggal, terutama nenek moyangnya. Penyembahan terhadap makhluk halus menurut E.B Tylor disebut sebagai animisme yang pada akhirnya merupakan bentuk religi tertua. Makhluk halus penghuni alam sering disebut sebagai Dewa. Semua Dewa pada hakekatnya merupakan penjelmaan dari satu dewa yang tertinggi. Dewa memiliki tingkatan dan tingkat tertinggi para dewa menurut keyakinan terhadap satu Dewa atau Tuhan dan akan timbul religi yang bersifat monotheisme sebagai tingkat yang terakhir dalam evolusi religi manusia.

Teori yang lain tentang kebudayaan, E.B Tylor beranggapan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

3. J.G. Frazer

James Frazer adalah murid Tylor, telah menulis The Golden Bough (1890) yang isinya adalah perbandingan yang sangat luas tentang agama dan ritus, serta berbagai bentuk penelitian etnografis yang rinci dan sangat penting. Usaha utama Frazer dalam teorinya bertujuan membuktikan bagaimana pemikiran manusia itu berkembang, mula-mula dari tahap magis, kemudian ke tahap keagamaan, dan seterusnya ke tahap sains.

Teori Frazer mengenai asal mula ilmu gaib dan religi yaitu manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya. Namun sistem pengetahuan manusia terbatas[3]. Teori Frazer dikenal dengan teori batas akal. Menurut Frazer manusia memecahkan masalah-masalah hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya. Tetapi akal dan sistem pengetahuan itu ada batasnya, makin maju kebudayaan manusia makin luar biasa akal itu, tetapi dalam banyak kebudayaan batas akal manusia masih sangat sempit[4]. Masalah hidup yang tidak bisa dipisahkan dengan akal dan pengetahuan akan dipecahkan secara magic dan ilmu gaib. Sesuai perkembangan magis dan ilmu gaib tidak semuanya bisa memecahkan masalah hidup manusia sehingga lahirlah religi. Magis adalah segala sistem dan perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan-kekuatan dan hukum-hukum gaib yang ada didalam alam. Religi adalah segala sistem perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada keamanan dan kekuasaan dari makhluk-makhluk halus seperti roh-roh dan dewa-dewa[5]. Magic dan religi harus dibedakan dalam kehidupan sehari-hari manusia.

B. Teori Azas Religi

1. Andrew Lang

Teori Lang adalah teori tentang dewa tertinggi. Dalam teorinya Lang menyatakan bahwa dalam jiwa manusia ada kemampuan gaib yang bisa bekerja lebih kuat dengan makin lemahnya aktivitas pikiran manusia yang rasional[6]. Kemampuan gaib pada manusia zaman dahulu menyebabkan timbulnya konsep jiwa dan bukan analisis rasional yang menghubungkan jiwa dengan bayangan tentang diri manusia sendiri yang tampak dalam mimpi.

Dalam dongeng mitologi, Lang menemukan tokoh dewa yang dianggap sebagai dewa tertinggi pencipta dan penguasa seluruh alam dan isinya. Keyakinan terhadap dewa tertinggi merupakan bentuk religi manusia yang tertua, kemudian terdesak kebelakang oleh keyakinan kepada makhluk halus lain seperti dewa-dewa alam, roh nenek moyang dan hantu.

2. R.R. Marett

Teori Marret adalah teori tentang kekuatan luar biasa. Marret mengembangkan dari teori bahwa bentuk religi yang paling tertua adalah keyakinan manusia akan adanya kekuatan gaib dalam hal yang luar biasa dan menjadi sebab timbulnya gejala yang tak dapat dilakukan manusia biasa.

Teori Marret tentang asal mula religi yaitu suatu emosi atau suatu getaran jiwa yang timbul karena kekaguman manusia terhadap hal-hal yang luar biasa. Keyakinan dan emosi keagamaan yang timbul karena keyakinan serta segala sesuatu tentang upacara sebagai akibat selanjutnya adalah bentuk tertua dari religi. Bentuk religi semacam itu dianggap lebih tua dari religi Animisme yang disebut sebagai praeanimism[7].

Proses berpikir yang mengasosiasikan suatu kekuatan yang menyebabkan bahwa makhluk hidup itu dapat bergerak dengan bayangan yang ada pada dirinya sendiri di dalam mimpi adalah terlalu abstrak bagi manusia purba yang pikirannya terbatas.

3. A.C. Kruyt

Teori Kruyt adalah teori tentang Animisme dan Spiritisme. Menurut Kruyt manusia primitif atau manusia zaman kuno pada umumnya yakin akan adanya suatu zat halus (zielestof) yang memberi kekuatan hidup dan gerak kepada banyak hal di dalam alam semesta, Zielestof dianggap ada dalam diri manusia, hewan dan tumbuhan[8]. Maka timbul keyakinan bahwa zielestof dapat berpindah dari medium satu ke medium yang lain. Dengan demikian keyakinan terhadap perpindahan jiwa atau inkarnasi merupakan bagian dari animisme. Sistem keyakinan akan adanya makhluk halus yang hidup berdampingan dengan manusia Kruyt menyebutnya sebagai spiritisme.

Menurut Kruyt hubungan antara Animisme dan Spiritisme mula-mula sewaktu manusia masih hidup dalam masyarakat yang bersifat communistisch (masyarakat yang mementingkan masyarakat diatas kepentingan individu) maka religi manusia yang pokok adalah keyakinan akan adanya suatu zat halus yang umum yaitu Zielestof.

4. R. Otto

Teori R. Otto adalah teori tentang sikap kagum terpesona terhadap hal yang gaib. Menurut Otto semua sistem religi kepercayaan dan agama di dunia berpusat pada suatu konsep tentang hal yang gaib, yang dianggap maha dahsyat dan keramat oleh manusia. Sistem religi dan masyarakat bersahaja belum merupakan agama tetapi hanya suatu tahap pendahuluan dari agama yang sedang berkembang[9].

5. W. Robertson Smith

Teori W.R Smith adalah teori tentang upacara bersaji. Menurut Smith gagasan penting dalam asas-asas religi dan agama pada umumnya ada tiga hal yaitu:

a. Disamping keyakinan dan doktrin sistem upacara dan doktrin, sistem upacara yang juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisa yang khusus.

b. Upacara religi atau agama biasanya dilaksanakan oleh orang atau masyarakat pemeluk religi atau agama yang biasanya dilaksanakan oleh orang banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama sama memiliki fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat.

c. Teori fungsi upacara sesaji.

6. Preusz

Teori Preusz adalah teori mengenai azas-azas religi. Preusz menguraikan konsep pertama yaitu konsep yang bahwa mengangap religi yang tertua berupa tindakan manusia untuk mengadakan keperluan-keperluan hidupnya yang tak dapat dicapainya secara naluri atau dengan akalnya. Konsepsi Preusz yang kedua adalah pusat dari sistem religi dan kepercayaan didunia adalah ritus dan upacara dan memulai kekuatan kekuatan yang diangapnya berperan dalam tindakan gaib seperti itu manusia mengira dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya serta mencapai tujuan hidupnya.

7. Van Gennep

Teori Van Gennep adalah teori mengenai ritus peralihan dan upacara pengukuhan. Van Gennep menganalisa ritus peralihan pada umumnya berdasarkan data Etnografi dari seluruh dunia. Menurut Van Gennep ritus dan upacara religi secara universal asasnya berfungsi sebagai aktifitas untuk menimbulkan kembali semangat kehidupan sosial antar warga masyarakat. Van Gennep menyatakan bahwa semua ritus dan upacara dapat di bagi menjadi tiga bagian antara lain :

a. Ritus bagian dari separation manusia melepaskan kedudukannya yang semula.

b. Ritus bagian dari marge manusia yang dianggap mati dan dalam keadaan seperti tak tergolong dalam lingkungan manapun.

c. Ritus bagian dari aggregation mereka diresmikan kedalam tahap tahap kehidupanya serta lingkungan sosialnya yang baru. Van Gennep juga menyatakan dengan khusus bahwa tidak semua bagian dari ritus atau upacara sama pentingnya dalam semua upacara yang merayakan pergantian musim, upacara pertanian atau ritus sepanjang lingkungan hidupnya.

8. Soderblom

Teori Soderblom adalah mengenai asas dan perkembangan religi. Soderblom menggabungkan semua bentuk keyakinan menjadi suatu rangkaian evolusi. Dimana keyakinan akan berbagai macam dewa sudah pasti terbentuk melalui mitologi, maka timbul kesadaran akan tokoh dewa yang menjadi penyebab dari segala adat istiadat dan kepandaian manusia. Soderblom juga berkonsep bahwa emosi keagamaan adalah sikap takut bercampur percaya terhadap hal yang gaib dan keramat.

C. Teori Fungsional Struktural

1. Brownislaw Malinowski

B. Malinowski dilahirkan di Polandia, pada tahun 1910 pindah ke Inggris.. B. Malinowski menganalisa mengenai mitologi atau himpunan dongeng-dongeng suci dalam masyarakat tidak hanya dalam naskah atau teks-teks terpisah dari hubungan sosialnya[10]. Metode ini merupakan hal yang istimewa karena berbeda dengan tokoh-tokoh lain yang pernah meneliti tentang mitologi.

B. Malinowski mengembangkan teori tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan yang sangat kompleks dimana inti dari teori tersebut adalah pendirian bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Malinowski telah menekankan pentingnya penelitian hubungan antara beraspek sosial dalam masyarakat, dan seterusnya berpendapat bahwa kerja lapangan yang memakan waktu lama adalah sesuatu yang sangat penting.

Malinowski memberi tiga tingkat kebutuhan yang fundamental harus ada dalam kebudayaan. Tiga tingkat itu antara lain : Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, Kebudayaan harus memenuhi kebudayaan Instrumental (kebutuhan akan hukum dan pendidikan), Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan Integratif (agama dan kesenian)[11].

2. A.R. Radcliffe-Brown

A.R. Radcliffe Brown ahli Antropolog dari Inggris, pendiri aliran struktural fungsionalis. A.R. Radcliffe Brown berpendapat bahwa setiap kebiasaan dan kepercayaan dalam masyarakat mempunyai fungsi tertentu untuk melestarikan struktur masyarakat yang bersangkutan, susunan bagian-bagian yang teratur sehingga masyarakat tersebut bisa tetap lestari[12]. Konsepsi Radcliffe Brown mengenai fungsi sosial tidak jauh berbeda dengan B. Malinowski yaitu pengaruh dan efek suatu upacara keagamaan atau suatu dongeng mitologi terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial tertentu.

Radcliffe Brown juga menyatakan bahwa struktur sosial itu ada dan dapat dianalisa pada segala macam masyarakat baik yang bersahaja maupun yang kompleks. Adanya sistem kekerabatan unilear dan upacara agama beserta mitologinya.

D. Hubungan Antara Teori Antropologi

Bermacam-macam teori tentang asal mula dan inti dari religi antara satu dengan yang lain berbeda dan bahkan ada yang bertentangan. Pertentangan teori terjadi karena para Antropolog memandang dan memahami hanya dari satu sudut pandang aspek religi. Padahal unsur kebudayaan yang disebut religi sangat kmpleks dan berkembang dari berbagai tempat di dunia. Misalnya saja R.R Marret tidak setuju dengan teori E.B Tylor tentang timbulnya kesadaran manusia terhadap jiwa karena Marret beranggapan bahwa kesadaran manusia terhadap jiwa terlalu kompleks bagi pikiran manusia yang baru ada pada tingkat permulaan daripada kehidupannya di muka bumi. Anggapan yang terbaru Marret bahwa pangkal dari segala kelakuan keagamaan ditimbulkan karena perasaan yang rendah terhadap gejala dan peristiwa yang dianggap biasa didalam kehidupan manusia, anggapan ini juga bertentangan dengan teori E.B Tylor mengenai Animisme.

Teori-teori yang dicetuskan oleh beberapa ahli Antropologi diatas dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Pertama, teori yang pendekatannya berorientasi pada keyakinan religi, tokohnya A. Lang R.R Marret dan A.C Kruyt. Kedua, teori yang pendekatannya berorientasi pada upacara religi tokohnya W. Robertson Smith, A. Van Gennep, Preusz. Dan teori yang pendekatannya pada sikap manusia terhadap alam gaib tokohnya yaitu R.Otto. teori yang menkombinasikan ketiga pendekatan yaitu Soderblom.

Teori religi awal yaitu tentang keyakinan terhadap dewa tertinggi. Dalam temuan Andre Lang, dewa tersebut memiliki peranan dalam hidup manusia, yaitu sebagai penjaga ketertiban alam dan kesusilaan. Keyakinan semacam ini muncul, terutama pada masyarakat yang masih rendah tingkat budayanya. Keyakinan demikian dalam pandangan Tylor dan Frazer sebagai “kepercayaan kepada makhluk spiritual”. Makhluk spiritual tersebut, menurut dia dapat berupa roh yang memiliki kekuatan. Hal ini sering dinamakan animisme, yang berasal dari bahasa Latin anima artinya roh. Keyakinan kepada roh sebenarnya merupakan bentuk religi yang cukup tua. Keyakinan demikian tak berarti menyembah kepada kekuatan benda­wi, melainkan kepada anima. Anima, bagi orang primitif memiliki makna khusus.

Komponen Sistem Religi

Berbagai teori azas dan asal mula religi yang dikembangkan oleh berbagai ahli masing-masing dengan metode pendekatan yang berbeda, dapat dihubungkan menjadi sekelompok komponen religi. Lima komponen tersebut memiliki peran sendiri-sendiri tetapi memiliki sistem kesatuan yang sangat erat. Keyakinan, ritus dan upacara, peralatan riuts dan upacara, umat beragama berkaitan erat dan saling mempengaruhi sampai bertemu di satu titik komponen utama yaitu emosi keagamaan.

Selanjutnya, teori religi tentang dewa tersebut berkembang menjadi kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang disebut mana. Mana adalah pancaran roh dan dewa kepada manusia yang selalu berhasil dalam pekerjaannya. Konsep mana ini, kemungkinan selaras dengan konteks wahyu atau pulung dalam kebudayaan Jawa. Dalam pandangan Kruyt, mana tidak jauh beda dengan zielestof, yaitu zat halus yang memberi kekuatan hidup manusia dan alam semesta.

Implikasi dari zat ini dapat merasuk ke dalam diri manusia dan makhluk lain sehingga memiliki kekuatan tertentu. Di samping zielestof, di sekitar manusia juga dipercaya bahwa ada kekuatan makhluk halus yang disebut spirit. Makhluk ini akan menempati sekeliling manusia, menjadi penjaga bangunan, pohon, benda, dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan tempat-tempat tertentu menjadi keramat (sacer). Itulah sebabnya, manusia sering melakukan ritual religi atau tradisi untuk menegosiasi agar kekuatan halus tadi tidak mengganggu hidupnya. Ritual termaksud yang dikenal dengan sebutan selamatan.

Kedua orang antropologis modern yaitu Malinowski dan Radcliffe-Brown, pernah memperlihatkan sikap kurang senang kaedah persejarahan budaya.

Daftar Pustaka

Hassan, Fuad, Renungan Budaya, Jakarta, Balai Pustaka, 1992

Haviland, William A. Antropologi Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1999.

Kaplan, David, Teori Budaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999

Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakjat, 1967

______, SejarahTeori Antropologi 1, Jakarta, Universitas Indonesia, 1987

______,Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Aksara Baru, 1981

MAPPING THEORY ANTROPOLOGI

Oleh: Nova Kristiana Pengkajian Seni Diskomvis

Revisi Tugas #1 Antropologi

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2009



[1] Koentjaraningrat, SejarahTeori Antropologi 1, Jakarta, Universitas Indonesia, 1987, p. 35

[2] Ibid, p. 48

[3] Ibid,p.54

[4] Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakjat, 1967, p.210

[5] Ibid, p. 211

[6] Koentjaraningrat, SejarahTeori Antropologi 1,op cit, p. 59

[7] Ibid, p. 62

[8] Ibid, p. 63

[9] Ibid, p. 66

[10] Ibid, p.169

[11] William A. Haviland, Antropologi Jilid 1, Jakarta, Erlangga, 2007, p.344

[12] Ibid, p.332